Ángel Di María: Si Pendiam yang Menari di Sayap Dunia. Dalam daftar winger top dunia dua dekade terakhir, nama Ángel Di María mungkin tak selalu muncul di urutan teratas. Ia bukan tipe pemain yang suka jadi pusat perhatian, tidak juga dikenal karena komentar kontroversial atau gaya hidup mewah. Tapi di balik sikapnya yang tenang, Di María adalah salah satu seniman sepak bola terbaik yang membiarkan kakinya bicara di panggung-panggung terbesar dunia.
Anak Tukang Batubara dengan Mimpi Besar
Lahir di Rosario, Argentina kota yang juga menjadi tempat lahir Lionel Messi Di María berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja di pabrik batu bara, sementara ibunya mengurus rumah tangga. Keluarganya mengalami kesulitan ekonomi, dan Di María kecil dikenal sangat aktif hingga disarankan oleh dokter untuk menyalurkan energinya ke olahraga. Pilihannya jatuh pada sepak bola.
Bakatnya langsung terlihat sejak usia muda. Meski tubuhnya kurus dan tidak mencolok secara fisik, ia punya kecepatan dan kontrol bola yang membuat banyak orang kagum. Ia bergabung dengan akademi Rosario Central dan dari sanalah langkah pertamanya menuju Eropa dimulai.
Naik Daun di Benfica dan Bersinar di Madrid
Setelah tampil memikat di Argentina, Di María pindah ke Benfica di Portugal. Di sana, ia berkembang pesat dan menjadi pemain kunci, membantu klub meraih gelar liga domestik. Performa apiknya membuat Real Madrid tak ragu merekrutnya pada tahun 2010.
Di María tiba di Madrid pada era Galácticos generasi kedua, bersaing dengan bintang-bintang seperti Cristiano Ronaldo, Kaka, dan Benzema. Meski tak sepopuler mereka, kontribusinya sangat signifikan. Ia memberikan kecepatan, kreativitas, dan kerja keras yang membuatnya jadi salah satu pemain paling konsisten di tim.
Puncak penampilannya di Madrid datang pada final Liga Champions 2014. Saat menghadapi Atlético Madrid, Di María tampil luar biasa, membuat pertahanan lawan kerepotan dan menciptakan peluang-peluang emas. Meski tidak mencetak gol, ia dianggap sebagai pemain terbaik di laga tersebut. Ironisnya, hanya beberapa bulan setelah membawa Madrid meraih La Décima, ia dijual ke Manchester United.
Ujian di Inggris, Reinkarnasi di Paris
Karier Di María di Premier League tidak berjalan mulus. Di bawah asuhan Louis van Gaal, ia tidak diberi kebebasan berekspresi seperti saat di Madrid. Di luar lapangan, keluarganya mengalami perampokan yang membuat situasi semakin sulit. Dalam satu musim, ia meninggalkan Inggris dengan cap “gagal”.
Namun masa sulit itu menjadi awal dari kebangkitan. Bersama Paris Saint-Germain, Di María kembali ke performa terbaiknya. Ia bukan hanya menjadi kreator ulung, tetapi juga pencetak gol-gol penting di momen-momen krusial. Meski PSG dipenuhi nama-nama besar seperti Neymar dan Mbappé, Di María tetap menjadi salah satu pemain yang paling diandalkan dan dihormati.
Pahlawan Sunyi di Tim Nasional
Di María kerap mendapat kritik ketika membela Argentina, bahkan dianggap kurang berkontribusi dalam momen-momen penting. Namun ia membalikkan semua anggapan itu secara elegan. Ia mencetak gol kemenangan di final Olimpiade 2008, dan kembali jadi penentu saat Argentina mengalahkan Brasil di final Copa América 2021 mengakhiri penantian 28 tahun.
Di Piala Dunia 2022, ia tampil luar biasa di final melawan Prancis, mencetak satu gol dan membuat lini pertahanan lawan kewalahan. Meski Messi jadi sorotan utama, Di María kembali membuktikan bahwa dirinya adalah bagian penting dari kesuksesan Albiceleste.
Kesimpulan
Ángel Di María bukanlah pemain dengan gaya yang mencolok atau selebrasi penuh sensasi. Ia tidak banyak bicara, tapi selalu tampil di saat dibutuhkan. Kariernya adalah perjalanan tentang konsistensi, ketekunan, dan loyalitas. Ia mungkin bukan bintang yang paling terang, tapi cahayanya hadir di momen-momen paling menentukan.
Bagi banyak fans Argentina dan pecinta sepak bola sejati, Di María adalah simbol dari kerja keras tanpa banyak kata. Dan itulah yang membuatnya istimewa seorang maestro sayap yang menari dengan tenang, namun selalu membuat perbedaan.