PSSI Menggunakan Cara Seleksi Pemain Ala STY. Sepak bola Indonesia makin matang dengan langkah strategis PSSI yang kembali mengadopsi pendekatan seleksi pemain ala Shin Tae-yong. Di tengah persiapan kualifikasi Piala Dunia 2026 ronde empat dan target lolos ke Piala Asia 2027, federasi ini fokus pada naturalisasi pemain keturunan berkualitas tinggi dari Eropa. Metode STY, yang dulu sukses bawa Timnas ke Piala Asia dan SEA Games, kini jadi blueprint: scouting ketat, prioritas talenta diaspora, dan integrasi cepat ke skuad. Baru-baru ini, PSSI serahkan dokumen tiga nama besar—Pascal Struijk dari Leeds United, Million Manhoef dari Stoke City, dan Aaron Mirisola dari Genk—untuk proses naturalisasi, mirip era STY yang rekrut Sandy Walsh hingga Rafael Struick. Langkah ini bukan nostalgia, tapi visi jangka panjang menuju Piala Dunia 2030. Dengan Erick Thohir sebagai penggerak, Garuda siap tambah amunisi kuat. Artikel ini uraikan evolusi metode, proses terkini, dan harapan masa depan. BERITA BASKET
Evolusi Metode Seleksi Ala STY di PSSI: PSSI Menggunakan Cara Seleksi Pemain Ala STY
Shin Tae-yong ubah wajah Timnas sejak 2019 dengan pendekatan radikal: tak lagi bergantung talenta lokal semata, tapi buru pemain keturunan di liga Eropa. Ia scouting langsung di Belanda, Spanyol, dan Jerman, prioritaskan yang punya ikatan darah Indonesia dan skill level tinggi. Hasilnya? Naturalisasi seperti Thom Haye, Jay Idzes, dan Maarten Paes bawa kualitas baru—dari passing akurat hingga organisasi pertahanan solid—yang angkat ranking FIFA Indonesia naik 20 posisi dalam tiga tahun.
PSSI kini adaptasi metode itu pasca era STY. Setelah pemecatan Patrick Kluivert, federasi tak tinggalkan warisan positifnya. Wakil Ketua Umum Zainudin Amali sebut, “Kita ambil yang terbaik dari STY: scouting global tanpa batas.” Tim scouting PSSI, dipimpin tim khusus, pantau liga junior Eropa via video dan kunjungan lapangan. Kriteria ketat: usia di bawah 25 tahun, minimal 10 caps di klub kompetitif, dan komitmen penuh. Ini beda dari era sebelumnya yang lebih reaktif; kini proaktif, dengan database 200 nama potensial. Sukses awal terlihat di Timnas U-22, di mana pemain seperti Ivar Jenner dan Luke Keet gabung TC baru-baru ini, tunjukkan metode STY beri fondasi kuat untuk generasi mendatang.
Proses Naturalisasi Terkini dan Nama-Nama Baru: PSSI Menggunakan Cara Seleksi Pemain Ala STY
November ini jadi momen panas bagi proses naturalisasi PSSI. Federasi serahkan berkas tiga pemain utama ke Kemenkumham: Pascal Struijk, bek tangguh Leeds United berusia 25 tahun dengan pengalaman Premier League; Million Manhoef, winger lincah Stoke City yang cetak delapan gol musim ini; dan Aaron Mirisola, gelandang kreatif Genk yang kuasai lini tengah. Ketiganya punya darah Indonesia dari orang tua atau kakek, dan prosesnya diperkirakan selesai akhir tahun—mirip cepatnya naturalisasi Miliano Jonathans dan Mauro Zijlstra Agustus lalu.
Langkah ini ikuti roadmap STY: mulai dari verifikasi dokumen, wawancara komitmen, hingga tes fisik di Indonesia. PSSI libatkan DPR untuk percepatan, seperti saat setujui lima nama Mei 2025 termasuk Rafael Struick. Tantangan? Adaptasi iklim tropis dan kultur tim, tapi pengalaman STY ajarkan solusi: TC panjang di Bali atau Jakarta untuk bangun chemistry. Saat ini, dua dari tiga nama sudah konfirmasi minat, dengan Struijk disebut “game changer” untuk pertahanan Garuda. Proses ini tak berhenti; PSSI pantau tambahan seperti Tristan Gooijer dari Utrecht, meski ada kekhawatiran cedera kronis. Total, delapan nama dalam pipeline untuk 2026, pastikan skuad campur lokal dan diaspora.
Dampak Metode Ini bagi Performa Timnas
Adopsi cara STY beri dampak langsung. Di kualifikasi Piala Dunia ronde tiga, naturalisasi ala dia bantu Indonesia tahan Vietnam dan kalahkan Arab Saudi—prestasi langka. Kini, dengan nama baru, proyeksi naik: Struijk bisa stabilkan backline yang sering bocor, Manhoef tambah kecepatan sayap, dan Mirisola ciptakan assist untuk Marselino Ferdinan. Pelatih sementara, yang tunggu pengganti Kluivert, manfaatkan ini untuk uji coba November lawan Mali U-22, di mana Jenner dan Keet sudah debut.
Tapi, tak sempurna. Kritik muncul soal “kehilangan identitas lokal,” meski STY bukti sebaliknya: 60 persen skuad tetap pemain asli seperti Rizky Ridho. Dampak jangka panjang? Ranking FIFA target 70 besar dunia 2034, dengan roadmap PSSI ke Piala Dunia 2030. Erick Thohir bilang, “Ini investasi, bukan jalan pintas.” Bagi pemain lokal, metode ini dorong kompetisi sehat, seperti di Liga 1 di mana talenta muda dorong diri ikut jejak diaspora. Secara keseluruhan, Garuda makin kompetitif, siap hadapi Asia Tenggara dan Asia Timur.
Kesimpulan
PSSI yang gunakan cara seleksi ala Shin Tae-yong adalah langkah cerdas di tengah ambisi besar Garuda. Dari evolusi metode scouting global hingga proses naturalisasi tiga nama Eropa terkini, federasi ini bangun skuad hybrid yang kuat untuk Piala Asia 2027 dan mimpi Piala Dunia. Dampaknya sudah terasa di peringkat FIFA dan ritme timnas, meski tantangan adaptasi tetap ada.
Ini bukan sekadar rekrutmen, tapi filosofi STY yang hidup: cari talenta terbaik di mana pun, integrasikan dengan semangat juang. Dengan Erick Thohir pimpin, PSSI tunjukkan komitmen jangka panjang. Penggemar boleh optimis—Garuda tak lagi underdog, tapi kontender serius. Musim dingin 2025 ini jadi awal babak baru; tunggu saja skuad anyar terbang tinggi. Sepak bola Indonesia, maju terus.